Sunday, June 6, 2010

Permasalahan Outsourcing di Indonesia

Pendahuluan

Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi terhadap kompetensi utama dari perusahaan maka akan dihasilkan sejumlah produk dan jasa memiliki kualitas yang memiliki daya saing di pasaran.

Dewasa ini pada iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (production cost). Salah satu usahanya adalah dengan melakukan sistem outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Latar Belakang

Garis besar tujuan perusahaan melakukan outsourcing adalah agar perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional. Tujuan ini baik adanya, namun pada pelaksanaannya, pengalihan ini menimbulkan beberapa permasalahan terutama masalah ketenagakerjaan.

Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya) memang cukup bervariasi, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourcing (Alih Daya) dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut.
Banyak perusahaan melakukan outsourcing bukan atas dasar kebutuhan dan sesuai dengan aturan hukum yang ada, melainkan hanya karena tidak mau repot dengan urusan-urusan ketenagakerjaan. Perusahaan melakukan oursourcing karena tidak mau direpotkan apabila nanti terjadi PHK, dan agar tidak perlu memberi pesangon kepada karyawan yang di-PHK. Penghindaran kewajiban oleh perusahaan dalam pembayaran upah yang layak dan memenuhi kesejahteraaan karyawannya dapat dikatakan juga sebagai salah satu bentuk pelanggaran etika. Dalam melakukan kegiatan bisnis, prinsip-prinsip bisnis yang beretika sudah sepatutnya dijalankan, termasuk pula dalam melakukan outsourcing.

Di Indonesia sendiri terdapat peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk mengatur segala sesuatu tentang penggunaan outsourcing di wilayah Indonesia, namun jika dilihat lebih jauh lagi, peraturan ini dirasa kurang dapat mengakomodasi dan mengatasi permasalahan outsourcing di Indonesia. Tentu saja ini akan sangat terkait pula dengan etika.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang menarik terkait dengan outsourcing dan etika bisnis. Permasalahan tersebut melingkupi :
1. Apakah kaitan dari outsorcing dan etika bisnis?
2. Bagaimana tanggapan masyarakat/pekerja di Indonesia terhadap outsourcing?
3. Bagaimana seharusnya perusahaan outsorucing yang baik dan benar?
4. Apakah peraturan pemerintah telah mengatur proses pelaksanaan outsourcing di Indonesia? dan bagaimana dalam prekteknya?

Tinjauan Teoritis

A. Etika Bisnis
Etika sebagai praksis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Dapat dikatakan juga etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. (Bertens, 2000, 33)

Dalam kata’etika bisnis’ termuat kata ‘etika’ dan kata ‘bisnis’. Pengertian bisnis umumnya sudah lama diketahui, hanya mungkin perlu sedikit dibicarakan terlebih dahulu adalah mengenai kata ’etika’ dalam praktik dapat bermacam-macam misalnya:
1. Pertama, dapat berarti sekadar ‘sopan dantun’ atau ‘adat istiadat kebiasaan’ seperti etika dalam makan dan minum, dalam berbicara di depan umum. Dalam pengertian ini. Sering juga digunakan kata ‘etiket’.
2. Kedua, berarti filsafat tentang moral. Dalam pengertian ini, etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban manuasia serta tentang yang baik dan yang buruk. Etika adalah filsafat tentang praksis manusia.
3. Ketiga, sering kali disamakan dengan ‘moral’ atau ‘kumpulan asa atau nilai moral’, yaitu rangka normatif bagi tingkah laku manusia yang mencakup moral’, yaitu rangka normatif bagi tingkah laku manusia yang mencakup aturan bertindak, ukuran penilaian dan norma yang mengarahkan tindakan manusia terhadap diri sendiri. Moral membicarakan mengenai baik dan buruknya tindakan manusia terhadap dirinya maupun terhadap manusia. Dalam pengertian ini, sering juga digunakan kata’ kode etik’.
4. Dalam pengertian etika bisnis, etika lebih berarti pada arti yang ketiga, yaitu moral dalam melakukan bisnis. Dalam masyarakat umum, berlaku beberapa norma yang mengatur warga masyarakat.

B. Outsourcing
Dalam pengertian umum, istilah outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai contract (work) out seperti yang tercantum dalam Concise Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut:
“ Contract to enter into or make a contract. From the latin contractus, the past participle of contrahere, to draw together, bring about or enter into an agreement.” (Webster’s English Dictionary)

Pengertian outsourcing (Alih Daya) secara khusus didefinisikan oleh Maurice F Greaver II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing: Decisions and Initiatives, dijabarkan sebagai berikut :
“Strategic use of outside parties to perform activities, traditionally handled by internal staff and respurces.” Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing (Alih Daya) dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama. (1999)

Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing (Alih Daya) dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang outsourcing (Alih Daya) yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain.

B.1 Hak dan Kewajiban dasar Karyawan dan Perusahaan
Berdasarkan Universal Declaration of Human Rights, Article 23(1), The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights " berisi tentang ketentuan yang paling komprehensif mengenai hak untuk bekerja. Artikel 6–8, mendefinisikan elemen elemen inti dari hak untuk bekerja, yaitu:
1. The opportunity to work
Merupakan hak seseorang untuk memperoleh kesempatan untuk bekerja
2. Free choice of employment
Kebebasan memilih kepada siapa orang bekerja dan kebebasan perusahaan untuk memilih karyawan yang akan dipekerjakan.
3. Just and favourable conditions of work
Merupakan kondisi lingkungan kerja yang baik dan adil.
4. Non-discrimination
Tidak ada diskriminasi dalam hal apapun dalam bekerja dan pekerjaan.
5. The right to form and join trade unions.
Merupakan hak karyawan untuk membangun dan turut serta dalam serikat pekerja.
Karyawan yang bekerja dalam sebuah perusahaan memiliki kewajiban yang harus dipenuhi kepada perusahaan dan hak yang harus diperoleh dari perusahaan. Karyawan dalam perusahaan, seperti yang telah disebutkan diatas memiliki hak untuk bekerja, memperoleh gaji dan berserikat. Hak dalam bekerja merupakan turunan dari hak asasi manusia yang tercantum dalam deklarasi HAM dengan tanpa memandang lingkungan sosial politik dan budaya dari seorang karyawan. Dalam bekerja dianut pula konsep "free choice of employment" sehingga tidak dibenarkan adanya kerja paksa , eksploitasi terhadap manusia lain dan perbudakan.

Selain hak , karyawan dan perusahaan memiliki kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing masing. Kewajiban karyawan terhadap perusahaan menurut (Bartens,2000, 169) meliputi :
1. Kewajiban Ketaatan
Karyawan harus taat kepada atasannya dan kepada perusahaan tempat ia bekerja.
2. Kewajiban Konfidensialitas
merupakan kewajiban karyawan untuk menyimpan informasi yang sifatnya konfidensial.
3. Kewajiban loyalitas
Kewajiban loyalitas merupakan konsekuensi dari status sebagai karyawan perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan karyawan harus mendukung tujuan tujuan perusahaan.

Sedangkan kewajiban kewajiban perusahaan menurut Bartens meliputi (Bartens,2000,184) :
1. Perusahaan tidak boleh menerapkan praktek diskriminasi. Hal ini sesuai dengan covenant ILO.
2. Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Kewajiban memberi gaji yang adil.
4. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena mena. hal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan tenaga kerja Indonesia.

Analisis

A. Sistem Outsourcing
Outsourcing atau alih daya adalah proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing seringkali dibahasakan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada inti bisnisnya.Outsourcing (Alih Daya) pada dunia modern dilakukan untuk alasan-alasan yang strategis, yaitu memperoleh keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan dalam rangka mempertahankan pangsa pasar, menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan.

Outsourcing (Alih Daya) untuk meraih keunggulan kompetitif ini dapat dilihat pada industri-industri mobil besar di dunia seperti Nissan, Toyota dan Honda. Pada awalnya dalam proses produksi mobil, core business perusahaan perusahaan otomotif tersebut terdiri dari pembuatan desain, pembuatan suku cadang dan perakitan. Namun seiring dengan waktu pada akhirnya yang menjadi core business hanyalah pembuatan desain mobil sementara pembuatan suku cadang dan perakitan diserahkan pada perusahaan lain yang lebih kompeten dengan sistem outsourcing, sehingga perusahaan mobil tersebut bisa meraih keunggulan kompetitif.

Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa juga mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non core business unit), ataupun secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing seperti yang banyak terjadi di Indonesia.
Beberapa ketentuan pokok dalam outsorcing adalah penyelenggara outsourcing harus berbadan hukum, hak-hak normatif harus diberikan kepada karyawan outsourcing, yang boleh di-outsource hanyalah proses-proses pendukung saja (bukan proses utama atau core business perusahaan). Karyawan outsourcing bisa merupakan karyawan tetap ataupun kontrak, hal itu bergantung kepada sifat pekerjaannya (apakah memenuhi syarat untuk kontrak?) dan juga bergantung kepada kebijakan pengelola outsorcing itu.

B. Keterkaitan Antara Etika dan Outsourcing Ketenagakerjaan
Kegiatan outsourcing pada hakikatnya adalah kegiatan pembelian, yaitu: pembelian jasa. Pembelian itu sendiri adalah bagian kegiatan bisnis perusahaan sehingga terhadap kegiatan pembelian berlaku pula etika bisnis.

Walaupun hak-hak karyawan merupakan hal yang cukup jelas, namun dalam pelaksanaannya tidaklah semudah itu. Dalam banyak hal cukup sulit untuk memberikan gaji karyawan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut karena kemampuan perusahaan. Hal ini banyak dialami perusahaan di negara berkembang. Memang tidak semua hal berlaku demikian, artinya tidak semua perusahaan terpaksa memberikan gaji rendah karena faktor mempertahankan hidup perusahaan. Ada perusahaan yang terlalu serakah dalam mendapatkan keuntungan yang sangat besar dengan mengorbankan kepentingan pokok karyawannya. Pada negara yang sedang berkembang, persoalannya tidak hanya itu. selalu ada persoalan dilematis antara memperkerjakan sedikit orang dengan gaji cukup atau memperkerjakan banyak orang dengan gaji kurang sementara angka pengangguran begitu tinggi. Oleh karena itu, mungkin persoalannya adalah etiskah apabila mengorbankan suatu persoalan etis demi mempertahankan masalah etis yang lebih besar? Bagaimanapun juga isu etika dalam outsourcing tetap ada dan wajib untuk dicermati dan diperhatikan secara serius.

Keuntungan (profit) merupakan motivasi yang sangat penting dalam masyarakat dewasa ini, namun pencariannya tidak boleh membenarkan pengingkaran terhadap komitmen terhadap kepentingan dan hak-hak karyawan. Dalam menerapkan outsourcing, manajemen harus mempertimbangkan pentingnya kesetiaan dan keamanan kelangsungan kerja. Pengurangan biaya yang dicari dengan cara outsourcing haruslah pertama-tama dilakukan dengan cara-cara lain dan cara-cara pengurangan gaji dan hak-hak karyawan hanyalah opsi terakhir dan kalau perlu tidak dilakukan pengurangan hak-hak karyawan tersebut.

Salah satu tujuan yang penting dari outsorcing adalah untuk meningkatkan efisiensi perusahaan dengan menekan biaya operasi. Oleh karena itu, banyak wujud outsourcing yang berupa mengganti pekerjaan karyawan tetap dan purna waktu dengan karyawan yang tidak tetap dan paruh waktu, karyawan kontrak atau bentuk lain dimana karyawan tidak atau lebih sedikit menerima keuntungan. Dengan kata lain, outsourcing dapat berupa penggantian karyawan bergaji tinggi dengan karyawan temporer bergaji rendah. hal inilah yang yang menyebabkan outsourcing bersinggungan dengan etika. Beberapa orang menganggap adalah tidak etis bila perusahaan yang dalam kondisi persaingan ketat membebani penurunan biaya dalam bentuk pengurangan gaji dan peniadaan asuransi kesehatan bagi karyawan tingkat bawah dan buruh sementara para eksekutif menerima gaji yang sedemikian besarnya.

C. Pandangan Masyarakat Indonesia Terhadap Outsourcing
Pandangan umum mengenai outsourcing seringkali dibahasakan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada inti bisnisnya. Namun pada prakteknya outsourcing pada umumnya didorong oleh ‘ketamakan’ sebuah perusahaan untuk menekan cost serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya yang seringkali melanggar etika bisnis.Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen (kesehatan, benefit dan lain lain). Outsourcing pada umumnya menutup kesempatan karyawan menjadi permanen. Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan) juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan pensiun).

Di indonesia praktet yang terjadi ,yang salah, adalah ketidakmampuan perusahaan outsourcing menciptakan nilai tambah sehingga ia mengandalkan upah murah sebagai cara mendapatkan profit. Akibatnya pekerjalah yang terus ditekan, dengan sistem kontrak maupun gaji yang minim.

Perusahaan outsourcing juga gagal mendapatkan pekerjaan/kontrak yang lebih baik karena mengandalkan persaingan harga antar sesama perusahaan outsourcing. Bukan kelebihan dan pelayanan yang diutamakan, tapi mana yang dapat meyediakan jasa yang lebih murah, itu yang akan menang.

Perusahaan yang melakukan outsourcing akan lebih efisien dan efektif, namun sebenarnya hal itu tidak lebih dari pengalihan beban saja ke pekerja outsourcing. Jika China sudah mengambil pekerjaan sebagai blue collar (pegawai pabrik) dari Amerika dengan adanya pabrik-pabrik di China, saat ini orang-orang India mengambil pekerjaan para white collar (pegawai kantoran) dengan berkembangnya bisnis outsourcing di India.

Selain itu, perusahaan outsourcing di Indonesia masih terfokus pada pekerjaan level bawah, seperti security, cleaning service, staf marketing, teller. Sebagai contoh di India, tidak hanya pekerjaan level bawah yang bisa didapatkan dalam sistem outsourcing. Programming yang melibatkan insinyur-insinyur berpendidikan tinggi juga dikerjakan di India. Teknologi tinggi juga dirangkai sedemikian rupa sehingga mampu mengangkat nilai kontrak outsourcing oleh perusahaan di India. Memang upah buruh di India murah, namun India mampu menciptakan nilai tambah lain yaitu lewat teknologi canggih. Kita melihat sekarang, insinyur india sangat maju perkembangannya baik dalam dunia IT, elektronik, mesin, bahkan nuklir

India, adalah raja dalam hal bisnis outsourcing global. Perusahaan perusahaan outsourcing India melayani dari pengembangan software sampai dengan menjadi call center untuk perusahaan perusahaan global seperti Nokia, Prudential, dan Microsoft. Di India, Azim Premji dan Wipro menjadi perusahaan outsourcing global terbesar di India. Karyawan di India 61.000 dan di luar negeri mencapai 11.000. Yang menarik dari Premji dan bisnis outsourcingnya adalah cara Azim Premji memegang teguh nilai nilai etika adalah modal dasar dalam membangun organisasi yang kuat dan profesional.

Menurut beberapa masyarakat Indonesia, sistem kerja alih daya atau lebih dikenal dengan outsourcing merupakan 'buah' dari sistem kapitalisme. Sistem ini menempatkan manusia sama seperti alat produksi lainnya. Tidak ada jaminan ketenagakerjaan, tidak ada jaminan kesehatan, rendahnya perlindungan hukum. Dengan kata lain, sistem outrsourcing membawa berkah bagi pengusaha dan membawa 'suram' masa depan pekerjan.

d. Pengaturan Outsourcing di Indonesia dan Praktek-Prakteknya
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.

Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain, adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja; perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak. Perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

Hubungan kerjasama antara Perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing tentunya diikat dengan suatu perjanjian tertulis. Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya) dapat berbentuk perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi syarat sah perjanjian seperti yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1. Sepakat, bagi para pihak;
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Sebab yang halal.

Dari hubungan kerja ini timbul suatu permasalahan hukum, karyawan outsourcing (Alih Daya) dalam penempatannya pada perusahaan pengguna outsourcing (Alih Daya) harus tunduk pada Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku pada perusahaan pengguna oustourcing tersebut, sementara secara hukum tidak ada hubungan kerja antara keduanya.

Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya) juga tidak semata-mata hanya mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak sesuai pasal 1338 KUH Perdata, namun juga harus memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam penyediaan jasa pekerja, ada 2 tahapan perjanjian yang dilalui yaitu:
1. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia pekerja/buruh.
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. Merupakakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Dalam hal penempatan pekerja/buruh maka perusahaan pengguna jasa pekerja akan membayar sejumlah dana (management fee) pada perusahaan penyedia pekerja/buruh.

2. Perjanjian perusahaan penyedia pekerja/buruh dengan karyawan
Penyediaan jasa pekerja atau buruh untuk kegiatan penunjang perusahaan hatus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan dan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua pihak;
c. perlindungan usaha dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Dengan adanya 2 (dua) perjanjian tersebut maka walaupun karyawan sehari-hari bekerja di perusahaan pemberi pekerjaan namun ia tetap berstatus sebagai karyawan perusahaan penyedia pekerja. Pemenuhan hak-hak karyawan seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.

Perjanjian kerja antara karyawan dengan perusahaan outsourcing (Alih Daya) dapat berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Perjanjian kerja antara karyawan outsourcing dengan perusahaan outsourcing biasanya mengikuti jangka waktu perjanjian kerjasama antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing. Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pengguna jasa outsourcing hendak mengakhiri kerjasamanya dengan perusahaan outsourcing, maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan outsource. Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam outsourcing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Bentuk perjanjian kerja ini dipandang cukup fleksibel bagi perusahaan pengguna jasa outsourcing, karena lingkup pekerjaannya yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan perusahaan.

Karyawan outsourcing walaupun secara organisasi berada di bawah perusahaan outsourcing, namun pada saat rekruitment, karyawan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari pihak perusahaan pengguna outsourcing. Apabila perjanjian kerjasama antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing berakhir, maka berakhir juga perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan karyawannya.

Kesimpulan

Outsourcing pada mulanya diciptakan dalam rangka agar perusahaan dapat berkonsentrasi pada core competencenya, dan untuk tujuan itu maka kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan core competence perusahaan dialihkan pengerjaannya kepada pihak lain. Selain agar perusahaan dapat berkonsentrasi pada core competencenya, kegiatan yang dialihkan tersebut diharapkan dapat dikerjakan dengan hasil yang lebih baik oleh perusahaan lain yang menerima pekerjaan outsourcing. Keuntungan lain yang didapatkan dengan melakukan outsourcing adalah adanya penghematan biaya dikarenakan dengan outsourcing terjadi efisiensi biaya produksi dalam perusahaan. Ini disebabkan karena pekerjaan yang bukan merupakan keahlian perusahaan dialihkan kepada perusahaan yang lebih mampu dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.

Akan tatapi dalam perkembangannya yang terjadi adalah perusahaan banyak menggunakan outsourcing sebagai sarana pemangkasan biaya secara besar besaran dan melanggar etika dengan menghindari kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi terhadap karyawan yang merupakan hak hak yang seharusnya diperoleh karyawan. Tindakan ini merupakan bentuk dari pelanggaran terhadap etika yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan dan lingkungannya. Melakukan eksploitasi terhadap karyawan dan melanggar hak hak yang harus diberikan dan kewajiban yang harus dipenuhi tentu saja bertentangan dengan prinsip-prinsip etika.

Meskipun pemerintah Indonesia telah membuat dan memberlakukan undang-undang yang berkaitan dengan sistem, tatacara, peraturan dan penggunaan outsourcing,tampaknya peraturan perundang undangan ini belum dapat menjamin dan memastikan pelaksanaan outsourcing yang baik. Peraturan ini jika dicermati lebih jauh hanya mengatur garis besar dari outsourcing dan pekerjaan pekerjaan yang ditentukan dapat di outsourcingkan hanya merupakan pekerjaan yang tidak menyangkut kegiatan produksi utama perusahaan.Umumnya merupakan pekerjaan pekerjaan yang tidak membutuhkan skill/keahlian yang khusus.

Tingkat skill yang rendah menyebabkan daya tawar karyawan menjadi rendah sehingga dapat dimanfaatkan perusahaan outsourcing penyedia tenaga kerja untuk menekan harga penawaran jasa kepada perusahaan perusahaan yang membutuhkan menjadi murah. Selanjutnya sudah dapat dipastikan terjadi persaingan harga tenaga kerja, mana yang dapat menyediakan harga tenaga kerja yang lebih murah adalah yang memenangkan pasar. Hal ini tentu saja sangat merugikan karyawan, hak hak yang pekerja yang seharusnya didapat tidak diperoleh. Terjadi pengabaian dan pelanggaran hak hak tenaga kerja yang juga merupakan pelanggaran hukum dan etika.

Outsourcing pada dasarnya bertujuan baik untuk perusahaan, namun agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak karyawan, hukum dan etika maka selayaknya terdapat peraturan perundang undangan yang dapat secara detail dan menyeluruh menjamin outsourcing dilakukan dengan benar dan tidak melanggar hukum, etika dan hak hak karyawan, dan dapat mengakomodir kepentingan pengusaha dan kepetingan pekerja. Perluasan cakupan keahlian tenaga kerja yang dapat dipergunakan dalam outsourcing akan baik jika ditingkatkan sehingga pekerja memiliki daya tawar yang kuat terhadap perusahaan. Disamping hal yang disebutkan diatas yang terpenting adalah kesadaran moral perusahaan dan pemerintah juga masyarakat akan etika, hak hak dan kewajiban yang ada dalam outsourcing harus ditingkatkan, agar ke depan nanti kondisi outsourcing dan pelaksanaan outsorcing di Indonesia dapat menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka

Anonim, Concise Oxford Dictionary, Oxford University Press, 1995
Bartens, K,. Pengantar Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, 2000.
Greaver II Maurice F, Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing: Decisions and Initiatives, 1999
http://aadvokatku.multiply.com/journal/item/1222/Hak_Karyawan_Outsource
http://antara.co.id/view/?i=1203606919&c=NAS&s=
www.dikkyzulfikar.com
http://indosdm.com/bagaimana-membuat-perjanjian-kerja-outsource
http://indosdm.com/masalah-masalah-dalam-pelaksanaan-outsourcing
http://jurnalhukum.blogspot.com/2007/05/outsourcing-dan-tenaga-kerja.html
http://nn-no.facebook.com/topic.php?uid=68915136640&topic=11539
http://sdmberkualitas.blogspot.com/2009/04/karyawan-kontrak-dan-outsourcing-apa.html
http://sosialbudaya.tvone.co.id/berita/view/30938/2010/01/01/pemerintah_harus_tegas_soal_penyimpangan_perekrutan_outsourching/

Monday, April 12, 2010

Komunikasi dan Interpersonal Konflik dalam Organisasi

Abstract
In every organization, the conflict is something that can not be avoided. This happens because on the one hand the parties involved in the organization has the character, purpose, vision, and style different. On the other side of the interdependence between each other that the character of each organization. Not all conflicts against the organization. Conflict is organized and controlled by both organizations could benefit as a whole. In managing conflict within the organization is required openness, patience and awareness of all parties involved or concerned with the conflict in the organization.

PENDAHULUAN

Konflik di tempat kerja adalah hal yang wajar. Tidak perlu dihindari, tetapi perlu diselesaikan secara sehat. Peluang timbulnya konflik di tempat kerja makin besar dalam lingkungan yang makin beragam. Konflik di tempat kerja muncul pada dasarnya disebabkan kurang baiknya komunikasi, juga adanya kekurangjelasan tentang bagaimana mencapai tujuan bersama. Para pekerja biasanya kurang bisa memahami perbedaan sesama berdasarkan perbedaan individu dan pekerjaan masing-masing.

Konflik banyak tergantung dari perilaku masing-masing pekerja, beberapa di antara mereka misalnya kurang bisa menghargai sebuah lingkungan yang berubah secara cepat karena mereka butuh perubahan yang lebih alamiah melalui proses informasi. Perilaku lain misalnya, ada pekerja yang lebih suka mendapatkan kebebasan dalam melakukan pekerjaannya, sementara ada yang lebih suka dengan instruksi yang jelas dan tegas. Setiap pekerja punya perilaku yang unik, dan jika bisa saling memahami, bisa mengurangi konflik.

Beberapa konflik yang sering ditemui di tempat kerja, misalnya lebih sering menggunakan kata-kata bernada perintah dari pada minta tolong. Ini akan membuat para pekerja jadi defensif. Atau para pekerja yang punya gaya komunikasi berbeda, satu lebih suka memberikan informasi spesifik dan detail, sementara yang lain, hanya yang penting saja. Mereka akan menutup diri jika terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi yang diberikan. Bisa juga adanya ketidakjelasan apa yang diharapkan dari sebuah pekerjaan antara bawahan dan atasan.


KAJIAN TEORI

1. Konflik dan Jenisnya

Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.

Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.

• Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan- kebutuhan itu terlahirkan.
3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.

Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

• Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja-manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.


• Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
(James A.F. Stoner dan Charles Wankel, 2008).

Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik. (Dinny, 2009)

Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.

a. Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).

b. Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik

c. Penyelesaian secara integratif

Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
(Dinny, 2009)

2. Komunikasi dalam Organisasi

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks baik kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual (Little John, Stephen W, 2002).

Komunikasi dalam hal ini mencakup : komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan ke bawahan atau sebaliknya dari bawahan kepada atasan, komunikasi horisontal, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program yang lebih besar dari komunikasi kelompok berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi. (Little John, Stephen W, 2002).

Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
• Kesatuan komando, suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan
• Rantai skalar, garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
• Divisi pekerjaan, manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
• Tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
• Disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
• Mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.

PEMBAHASAN
Komunikasi adalah alat untuk meningkatkan kerjasama, kepercayaan, tanggung jawab, dan antusiasme para karyawan. Melalui komunikasi para anggota organisasi akan mengerti dan memahami apa yang diinginkan oleh organisasi dimana mereka bernaung, dan sebaliknya organisasi juga akan mengerti dan memahami apa yang diharapkan para anggota organisasi sehingga mempermudah organisasi dalam mencapai tujuannya. Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah mutual understanding, dalam arti mencoba mencari saling sepemahaman antara anggota-anggota dalam organisasi tersebut. Lingkup kajian komunikasi organisasi adalah komunikasi organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan informal dan berlangsung dalam suatu jaringan.

Tujuan organisasi akan dapat dicapai apabila adanya persetujuan bersama dari para anggota organisasi sehingga terarah pada tujuan. Perilaku individu atau kelompok yang mengarah pada tujuan dapat diwujudkan dalam bentuk kedisiplinan kerja dari anggota organisasi. Disiplin kerja adalah alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan para karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk menaati norma dan peraturan yang berlaku untuk mencapai tujuan orgaisasi. Ini berarti bahwa untuk mencapai kedisiplinan kerja anggota organisasi dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik dalam organisasi.

Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati.

Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan yang terjadi karena masalah komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur. Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan bawahan terjadi bias-bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo. Namun tidak banyak juga konflik yang terjadi karena kondisi internal karyawan itu sendiri. Akibat saling ejek atau persaingan untuk menduduki suatu jabatan contohnya.

Konflik internal dalam sebuah organisasi terjadi akibat adanya ketidakcocokan struktural antara pemimpin dan yang dipimpin. Internal konflik ini dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :
1. Senioritas
Tingkat kesenioran dalam sebuah organisasi mempunyai andil yang cukup besar untuk menimbulkan konflik internal ini, kesenioran ini mencapai klimaksnya pada saat junior mempunyai wawasan keorganisasian yang melebihi senior, pada saat itulah timbul keinginan dari junior untuk melewati seniornya.
2. Egoisme
Memang dimanapun kita berada keegoisan dari seorang itu mempunyai batas yang mungkin suatu saat akan meledak seperti bom waktu. Egoisme berpengaruh pada konflik internal ini pada saat seseorang tidak mempunyai rasa percaya kepada pemimpinnya disebabkan keinginan untuk mengaturnya sudah mencapai kepercayaan diri yang tinggi.
Konflik internal memiliki efek positif dan negatif, efek positif yang ditimbulkan adalah setiap orang mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya. efek negatif yang ditimbulkan adalah kurangnya kekompakan kerja karena masing-masing ingin mengikuti egonya yang berlebihan. Efek negatif inilah yang menyebabkan suatu organisasi yang besar sekalipun akan dengan mudah pecah dan hancur menjadi organisasi-organisasi yang kecil.

Jika konflik di tempat kerja tidak dikurangi, bisa memengaruhi bagian penting dari pekerjaan. Seperti bisa menyebabkan gangguan, menurunkan produktivitas, dan membuat pekerja kehilangan motivasi. Ini terjadi jika konflik kemudian dibawa sebagai sebuah persoalan pribadi, bukan kerja. Ini akan membuat komunikasi jadi tertutup, mungkin intimidasi. Semuanya nanti akan jadi kurang bergairah untuk mencapai misi atau tujuan bersama. Namun, konflik itu bisa jadi hal sehat jika ditangani secara tepat tergantung situasi yang menyertainya. Ini bisa dimulai dengan memahami perbedaan tiap orang secara efektif.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan konflik dengan sehat, yakni :
1. Ukur pentingnya konflik itu. Jika memang sangat memengaruhi kerja dan mengakibatkan persoalan kronis, maka selesaikan. Jika tidak berpengaruh penting, maka lepaskan saja. Yang perlu dicermati adalah pelajari tanda-tanda jika konflik telah muncul dan cari celah untuk menyelesaikannya.
2. Pergunakan bahasa yang netral. Jangan menggunakan bahasa yang terkesan memberikan penghakiman. Apalagi bahasa-bahasa yang sarkastik. Itu akan membuat konflik mudah bergeser ke wilayah personal. Anda harus punya pikiran yang jernih bahwa konflik itu harus berada di wilayah kerja, bukan personal. Akan lebih rumit, jika konflik itu telah dinilai menjadi persoalan personal.
3. Selain itu, Anda harus benar-benar fokus mendengarkan semua pendapatnya, dan Anda harus benar-benar mendengarkannya. Jika itu bisa dilakukan, jangan pernah takut untuk berkonflik. Selalu ingat, konflik itu salah satu bagian dari proses dalam pekerjaan dan diri Anda. Untuk bisa lebih maju, lebih baik, lebih matang, dan lebih dewasa
4. Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau pengumuman melalui loudspeaker.
5. Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancer dan harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan
6. Beri pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan, pelatihan akan memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap individu dalam organisasi dan meminimalkan masalah dalam hal komunikasi

KESIMPULAN
Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.

Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan yang terjadi karena masalah komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur.
Jika konflik di tempat kerja tidak dikurangi, bisa memengaruhi bagian penting dari pekerjaan. Seperti bisa menyebabkan gangguan, menurunkan produktivitas, dan membuat pekerja kehilangan motivasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. www.onlinebuku.com/2009/12/12/teori-komunikasi-organisasi-pemahaman-perilaku-kelompok-4. 2009,
Dinny. www.dinny182.muljavascript:void(0)tiply.com/journal/item/2 2009.
Griffin, EM. A First Look at Communication Theory, 5th Edition. USA: McGraw-Hill. 2003.
James A.F. Stoner dan Charles Wankel, Global sustainability initiative. Information .Age Publishing. Inc. 2008
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Group. 2002.
Luthans F. Organizational Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1993.
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987
Robbins, SP. Organizational Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar
Maju, 1994

Ethical Advertising

Ethical Advertising

I. Pendahuluan

Sekarang ini, iklan sudah menjadi “seorang penguasa dalam lingkungan sosial”. Iklan memberi tahu banyak hal bagi konsumen. Mereka menunjukkan bagaimana memiliki sebuah image di lingkungan sosial, dengan cara menawarkan sesuatu supaya membeli dan menggantikan yang sebelumnya. Konsumen juga belajar dari iklan, dengan membeli sesuatu (produk/jasa) mereka akan meraih kebahagiaan, kenyamanan bahkan mendapatkan cinta. Jadi dapat dikatakan saat ini iklan memiliki tanggung jawab dalam mendidik konsumen dan menjadi bagian dari keluarga mereka. Berdasarkan peran iklan yang berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat, maka munculah pemeriksaan masalah etika dalam beriklan.

Hal-hal yang penting sehubungan dengan etika dan periklanan yaitu perbedaan dari prinsip moral dan etika dalam periklanan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dapat diikuti dan dilaksanakan dengan selektif dan mengatur isi, bentuk dan pengaruh dari iklan tersebut. Hal lain sehubungan dengan iklan dan kreatifitas yaitu perlunya perhatian terhadap bagaimana iklan yang mengandung ketertarikan seksual, penggunaan bahasa, penyampaian pesan, dan perilaku pada kompetitor. Dan yang terakhir menyangkut bagaimana memotivasi perilaku perusahaan yang bermoral yang memperngaruhi perilaku para karyawan pada pada kinerjanya satu dengan yang lain dalam perusahaan.

II. Permasalahan

Etika dan prinsip moral dalam advertising.
Ada beberapa prinsip moral yang cukup kritikal terhadap periklanan yang beretika. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan kebenaran, harkat masnusia sebagai tanggung jawab sosial. Yang pertama, kebenaran dalam beriklan sangat direkomendasikan dimana iklan harus menghindari kebohongan yang menunjukan hal yang tidak nyata dan menolak fakta yang ada. Yang kedua, sebagai manusia yang bermartabat sebaiknya bersifat kritis bila ada iklan yang tidak sesuai dan merusak harkat manusia. Tanggung jawab sosial juga dengan mengkritik iklan yang dapat memunculkan lifestyle yang tidak berguna yang dapat merusak lingkungan dan menimbulkan masalah ekologi. Tetapi siapakah yang bertanggung jawab dalam menentukan apakah iklan tersebut beretika?
Hal ini merupakan tugas dari pengiklan dan agensinya untuk mengambil keputusan berkaitan dengan moral. Cara untuk mengetahui etika dalam beriklan adalah dengan cara mengkategorikan praktek praktek iklan, misalnya subliminal advertising, iklan yang memiliki konsekuensi yang merusak bagi publik. Keputusan moral akan menjadi lebih mudah bagi konsumen ketika mereka menggunakan perasaan mereka manakah yang baik dan yang buruk, melihat strategi dari perusahaan, standart industry, peraturan dan hukum pemerintahan, atau bahkan menggunakan agama mereka.

Kode etik harus selalu diperbaharui secara terus menerus oleh industri itu sendiri dengan tujuan untuk mengatur dan mengontrol advertising bersama dengan hasil informasi dan efek-efek iklan yang didapat oleh para pengamat etika, komunitas agama, dan komunitas konsumen. Selain itu, pemerintah juga harus membantu dan mendukung permasalahan etika dalam periklanan, misalnya dengan cara pemerintahan fokus terhadap perhatiannya pada iklan yang target utamanya kelompok yang mudah terpengaruh seperti anak-anak dan orang yang sudah berumur (orang yang sudah tua).

Dalam hal adanya bahaya yang dilakukan oleh iklan, aksi korektif sebaiknya dipublikasikan dan mereka yang terkena bahaya tersebut, pengiklan harus bertanggung jawab penuh atas bahaya yang ditimbulkannya.
Hal-hal penting dalam etika advertising yaitu: (1) kejujuran dalam beriklan, (2) iklan untuk anak-anak, (3) iklan rokok, (4) iklan minuman beralkohol, 5) iklan politik, (6) kaitan dengan etnis, (7) kaitan dengan sexual.

Seringkali kita melihat iklan-iklan yang menarik dengan bahasa yang menarik pula seolah memberikan keuntungan jika kita menggunakan/membeli produk mereka. Kata kata manis mereka biasanya bersyarat yang tidak mereka ungkapkan, setelah kita tertarik untuk membeli ternyata produk tidak sesuai dengan yang diharapkan atau kualitas buruk, bahkan merugikan atau membahayakan.

Kreatifitas vs. Etika
Pada saat ini, tipe konsumen dan perilakunya berubah dengan cepat yang mengakibatkan peningkatan kreatifitas dalam beriklan. Untuk menjadi unik, menarik dan mendapatkan konsumen yang menjadi target bisnis, maka penyampaian pesannya dilakukan dengan menggunakan kreatifitas yang tinggi. Hal ini akan menimbulkan dilemma dalam beriklan, bagaimana etika dapat menciptakan iklan yang kreatif? Beberapa studi yang dilakukan telah menunjukkan bahwa kreatifitas dengan tujuan untuk menjadi menarik dan unik, dapat memicu tindakan tidak etis atau problematis seperti praktek-praktek pada billboard dan iklan tv, contohnya, pesan yang ambigu, penggunaan bahasa yang tidak sopan/slang (iklan tourism Australia dengan tagline :”So where the bloody hell are you?” yang menjadi masalah di Inggris dan Canada) atau iklan yang saling menyerang kompetitor (kata-lata pada billboard iklan provider yang saling menyerang dengan pesan dan gambar yang kreatif).

Iklan dan pembentukan image
Iklan kadang membentuk image tertentu yang kadang menyinggung perasaan, misalnya iklan produk pemutih bagi para wanita seolah image wanita cantik itu berkulit putih padahal di lingkungan tersebut mayoritas berkulit gelap karena memang pengaruh dari geografis lingkungan. Contoh lain iklan rokok dengan image pria gagah, suka tantangan atau menunjukkan kenikmatan hidup, sehingga mereka yang tidak merokok seolah bukan pria gagah atau orang yang tidak menikmati hidup.
Contoh Kasus : Marlboro Man
Salah satu iklan terkenal yaitu iklan yang dikembangkan oleh Philip Morris Inc. pada awal tahun 1960-an. Image iklan ini adalah seorang cowboy dengan pandangan mata yang tegas, “Marlboro Man”, menaiki kuda dan sedang merokok. Seting di pegunungan yang menjadi iklan promosi rokok Marlboro di seluruh dunia. Tokoh Marlboro Man tersebut adalah aktor David McLean, yang meninggal karena kangker paru-paru. Dengan kata lain rokok menyebabkan Marlboro Man tersebut meninggal.
Istri David, Plaintiffs Lilo Mclean menuntut perusahaan Marlboro. Dia menganggap bahwa kematian suaminya adalah karena kenyataan suaminya merokok 5 bungkus sehari selama promosi iklan dilakukan. Dia mengklaim bahwa iklan tersebut menyebabkan kematian yang tidak adil dan memberikan penyakit pada suaminya berdasarkan teori hukum kriminal dan penipuan, tindakan yang merugikan dari pemahaman, kesalahpahaman bagi konsumen, dan tindakan melanggar hukum.

Efek iklan : buying decision
Sudah bertahun-tahun permasalahan tentang kualitas etika dibicarakan sebagai pilihan yang diperlukan dalam melakukan bisnis semakin meningkat. Pertanyaannya adalah mengapa manager membiarkan begitu saja aksi bisnis yang tidak beretika/bermasalah yang dapat memperburuk hubungan antara konsumen, supplier, dan karyawan? Alasan untuk tidak mengikuti prinsip etika dalam mengambil keputusan manajemen dan marketing adalah karena berkurangnya perspektif yang mereka miliki atas bagaimana mendapatkan konsumen dan mengapa mereka harus memilih nilai moral tertentu.

Moral berperan penting dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian barang/jasa yang dilakukan oleh konsumen. Ketika konsumen dalam mengambil keputusan pembelian sebagai pengaruh dari iklan sebaiknya mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari barang tersebut yang berefek pada konsumen itu sendiri dengan mencari informasi terlebih dahulu dan tidak sembarangan membeli dan tentu saja berdasar pada etika. Tetapi hal ini sangatlah sulit dan merepotkan bila ingin membeli sesuatu yang merupakan kebutuhan sehari-hari harus dengan mencari informasi terlebih dahulu. Maka dari itu proses mencari informasi sering tidak dilakukan, dan menjadi kurang waspada akan kemungkinan produk sehari-hari seperti makanan, minuman, produk kecantikan, dll yang berbahaya. Lalu bagaimana sebaiknya untuk mendapatkan produk yang aman? Hal itu diawali dari perilaku perusahaan produsen supaya menawarkan produknya yang aman bagi masyarakat.

Memotivasi perilaku moral perusahaan
Memotivasi perilaku moral dalam perusahaan antar karyawan dapat dilakukan dengan beberapa cara; yang pertama, perusahaan mengimplementasikan etika melalui struktur formal seperti hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, melaporkan tindakan-tindakan yang melanggar hukum pada atasan, whistle blowing, membentuk komite etika dan social responsibility pada struktur perusahaan atau badan bantuan masalah etika, audit sosial dan etika dan evaluasi performance yang mengandung kriteria etika.
Yang kedua, mengadakan program training etika oleh konsultan etika bagi seluruh karyawan, biasanya dibuat untuk level upper dan middle management, dan dapat diikuti pula oleh lower-level employees. Tujuannya adalah untuk menyadarkan pentingnya etika, bersikap kritis terhadap isu-isu etika, dan membantu pengambilan keputusan yang mengandung kriteria etika. Sebagai tambahan, training proram ini dapat memberi tantangan bagi mereka dilema moral yang sering muncul pada dunia bisnis.
Yang ketiga, sebagai pemimpin perusahaan seharusnya mengajarkan dan melatih nilai dari karyawan dengan mentransfer moral supaya memiliki standar moral yang tinggi dan berkualitas bagi pasar. Bukan hanya pengetahuan dalam kepala tetapi juga pengetahuan hati.
Yang terakhir, setiap karyawan seharusnya memiliki ketakutan atas Tuhan untuk memotivasi perilaku moral perusahaan. Dengan mengingatkan mereka pada pelajaran agama mereka yang mana Tuhan akan menghukum bagi yang tidak bertanggung jawab atas kehidupannya.

III. Kesimpulan
Iklan memberikan peran penting bagi kehidupan manusia dan memiliki efek yang besar dalam pemahaman dan kepercayaan. Tetapi mengetahui apa yang beretika dan tidak beretika dalam dunia periklanan merupakan hal yang sulit yang menantang banyak perusahaan. Setiap dan semua perusahaan dalam menghadapi tantangan itu sebaiknya dimulai dari memotivasi perilaku moral perusahaan pada lingkungan kerja mereka antara karyawan. Hal ini dapat memicu para pengiklan untuk mengurangi efek negatif dari apa yang menurut mereka menarik dan unik bagi masyarakat terutama konsumen yang menjadi target. Dan dengan hal itu dapat memberikan reputasi yang baik dan keuntungan yang besar bagi perusahaan dimana mereka bekerja melalui penyampaian pesan dibalik iklan mereka.